Thursday 14 May 2015

Mimpi: Dekonstruksi Alam Tidur pada Dunia Nyata

Halo. Mungkin ini sudah waktunya tidur. Tapi akhirnya penulis memutuskan untuk membuat tulisan yang nggak jauh-jauh dari alam tidak sadar manusia. Mimpi.

Penulis merupakan satu dari sekian milyar manusia yang tidak gemar tidur, tapi suka menikmati alam mimpi. Nggak harus tidur. Bisa lewat mendengarkan lagu, memandangi sejumlah lukisan selama berjam-jam, atau menikmati senja bersama bercangkir-cangkir teh hangat. Bahkan menghabiskan banyak waktu di sebelah kasur ditemani kopi panas, gitar, laptop, tanpa terlalu tergoda untuk membunuh waktu dengan beristirahat. Semua hal itu bisa menerbangkan pikiran jauh melampaui ekspektasi tertinggi kita sekalipun.

Secara kontras, saat zaman sekolah dulu penulis justru sangat menyukai tidur. Mungkin terdengar curcol, tapi dengan tidur rasanya nggak perlu ambil pusing dengan memikirkan beban sebagai murid yang belum memiliki kejelasan masa depan. Tapi sekarang ketika masa depan semakin jelas, tidur menjadi hal yang kurang signifikan. Bahkan menjadi batu sandungan untuk sejumlah aktivitas yang terlalu menarik untuk ditinggalkan. Merasa sepaham? Welcome! :)

Ada yang salah dengan cara berpikir seperti ini? Orang-orang post-modern justru mendukung penuh pemikiran penulis yang nggak mau tunduk pada struktur kebiasaan orang kebanyakan. Orang kebanyakan bisa diartikan sebagai orang-orang strukturalis modern. Tapi mau nggak mau, manusia harus selalu tunduk pada struktur yang berlaku. Kecuali, mampu membangun struktur baru. Dengan kata lain, dekonstruksi kebiasaan.

Bermimpi di siang bolong inilah dekonstruksi kebiasaan yang akhirnya dipilih kebanyakan dari kita. Daydreaming. Suatu kegiatan pemicu hormon dopamin, yang mana hampir semua guru di belahan dunia manapun selalu memarahi muridnya yang ketahuan sedang melakukannya. Padahal, itu merupakan momen di mana kreativitas manusia berlatih secara maksimal. Penulis heran mengapa tidak pernah ada mata pelajaran 'melamun'. Padahal, dari zaman dulu hal-hal besar selalu berawal dari lamunan. Sebut saja lampunya Thomas Alva Edison, teori gravitasi Newton, relativitas waktu Einstein. Bahkan, kenabian Rasul Muhammad yang berawal dari pertapaannya di gua hira'.

Ada yang salah dengan cara berpikir seperti ini? Justru, inilah salah satu kelemahan modernisme. Orang nggak akan bisa berkembang hanya dengan materi bro. Ide-lah yang membuat manusia berkembang. Dan semua itu tercipta dengan bermimpi. Melamun. Mencari ide. Hingga kita termotivasi. Tergerak untuk mengimplementasi mimpi-mimpi kita menjadi kenyataan. Merealisasikan hal-hal yang nggak mungkin terjadi. Kalau cuma merealisasikan hal-hal yang memang bisa terjadi, untuk apa? Kita nggak akan pernah bisa mengalahkan komputer dari segi perhitungan angka. Manusia menjadi manusia kalau bisa bermimpi sebanyak yang dimaui.

Penulis termasuk yang percaya bahwa semakin sering manusia bermimpi, semakin manusia tahu apa yang ingin dilakukannya. Semakin kita tidak menghiraukan mimpi kita, manusia nggak lebih dari alat bagi pemimpi lain untuk menjadikan dunia seperti apa yang diimpikannya.


No comments:

Post a Comment